Permasalahan Pertanian Organik di Indonesia
Berdasarkan
perkembangan pertanian organik periode tahun 2001 hingga 2006, ditemui beberapa
permasalahan yang terkait dengan budidaya, sarana produksi, pengolahan hasil,
pemasaran, sumber daya manusia, kelembagaan dan regulasi.
a. Budidaya
Permasalahan
yang berkaitan dengan budidaya pertanian organik antara lain :
1.
Luas
lahan yang menerapkan sistem pertanian organik relatif kecil dan terletak di
sekitar lahan budidaya non organik (konvensional).
Lahan
yang digunakan untuk budidaya pertanian organik secara umum relatif kecil
dibandingkan dengan lahan yang digunakan untuk budidaya pertanian non organik
(konvensional). Hal ini terkait dengan kepemilikan lahan petani yang kecil
sehingga ketika petani tersebut merubah sistem budidayanya menjadi pertanian
organik, luas lahan yang digarap atau diusahakan hanya seluas lahan yang
dimilikinya.
Demikian
halnya dengan lahan yang diusahakan oleh kelompok tani organik, luasannya masih
kecil karena tidak semua anggota dalam kelompok tani tersebut merubah budidaya
pertaniannya dari konvensional ke organik.
Kecilnya lahan yang diusahakan, juga
terbentur pada lokasi lahan yang berada di sekitar lokasi atau di tengah lokasi
budidaya pertanian konvensional. Posisi lokasi seperti ini menimbulkan beberapa
kerawanan dalam menjalankan budidaya pertanian organik dan menjaga status
organik lahan, air serta produk yang dihasilkan. Besar kemungkinkan, lahan yang
diusahakan secara organik terkena pencemaran pestisida kimia, pupuk kimia dan
cemaran bahan kimia lainnya dari pertanian konvensional melalui air dan udara.
2. Sumber air yang ada sudah tercemar
pupuk, pestisida dan bahan kimia lainnya.
Sumberdaya
air sangat berperan dalam menunjang keberhasilan usaha pertanian, tidak
terkecuali pertanian organik. Budidaya pertanian organik memiliki kekhasan
yaitu dengan dipersyaratkannya minimal cemaran dari bahan-bahan kimia sintetis
yang berasal dari lingkungan sekitar.
Berkaitan
dengan sumber daya air, saat ini kondisi sumber air di sentra-sentra pertanian
telah tercemar bahan kimia sintetis seperti pupuk dan pestisida kimia. Kondisi
ini menjadi masalah bagi petani organik, karena untuk mendapatkan air yang
bebas atau minimal bahan pencemar harus dilakukan dengan cara:
- mencari sumber air alternatif seperti sumur bor;
- membuat saluran air dari bagian hulu sungai;
- mengolah air terlebih dahulu dengan cara mengendapkan atau memberi perlakuan agar dihasilkan air yang sudah tidak tercemar.
Usaha-usaha
untuk mendapatkan air yang sesuai dengan syarat pertanian organik memerlukan
biaya, sehingga menyebabkan biaya produksi pertanian organik meningkat.
3. Kawasan
lahan budidaya berada jauh dari akses transportasi.
Salah satu
lokasi yang sesuai untuk budidaya pertanian organik adalah di daerah yang masih
minim pencemaran lingkungannya. Lokasi seperti ini biasanya berada jauh dari
akses transportasi. Padahal transportasi merupakan salah satu sarana untuk
mendistribusikan sarana pertanian dan membawa hasil pertanian organik.
Minimnya akses
transportasi pada lokasi-lokasi yang memenuhi syarat untuk budidaya pertanian
organik (karena minim pencemaran lingkungan) menimbulkan beberapa implikasi
lanjutan antara lain : (a). sulitnya mendistribusikan bahan input atau sarana
produksi pertanian seperti pupuk dan pestisida organik, benih, dan peralatan kerja;
(b). sulitnya membawa hasil/produk pertanian organik dari lahan ke pasar; (c).
mahalnya biaya untuk transportasi dari dan ke lokasi budidaya pertanian
organik.
4. Benih Organik belum cukup tersedia
Minimnya
benih organik disebabkan karena institusi penghasil benih (kelompok tani atau
perusahaan benih) belum memproduksi benih organik. Oleh karena itu benih yang
digunakan oleh petani organik, saat ini pada umumnya masih berupa benih
konvensional.
5. Tidak semua varietas adaptif terhadap
budidaya pertanian organic
Pola
budidaya pertanian organik lebih mengutamakan daya adaptif tanaman/varietas
terhadap kondisi lingkungan tempat tumbuhnya. Beberapa varietas tidak cukup
adaptif terhadap pola budidaya dan kondisi lingkungan yang tercipta oleh sistem
ini. Hal ini dikarenakan varietas tersebut telah dikondisikan untuk adaptif
pada pupuk kimia, pestisida kimia dan perlakuan budidaya lainnya secara
konvensional.
6. Sulit
mencari petakan lahan untuk budidaya.
Tidak semua
lokasi memenuhi syarat untuk dijadikan lokasi pertanian organik, karena
ketidaksesuaian kondisi lingkungan mikro dan makro. Kondisi lingkungan tersebut
meliputi: kualitas air, konversi lahan, lingkungan sekitar lokasi budidaya.
7. Serangan hama/penyakit tanaman
Keberhasilan
usaha pertanian organik juga terkait dengan faktor nutrisi tanaman dan
gangguan/serangan hama
dan penyakit tanaman. Kondisi yang terjadi saat ini, faktor nutrisi tanaman
telah dapat diatasi dengan baikdengan dihasilkannya beragam nutrisi tanaman
yang berstatus organik. Lain halnya dengan bahan untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman masih sedikit dan terbatas pada
jenis hama dan
penyakit tertentu. Kondisi ini menyebabkan masih tingginya serangan hama dan penyakit tanaman
yang belum bisa diatasi oleh pelaku pertanian organik.
8.
Penyakit hewan
Penyakit
hewan saat ini meningkat kejadiannya dan jenis penyebabnya. Penyakit hewan ini
juga menginfeksi ternak yang dibudidayakan secara organik. Diperlukan jenis
obat dan vitamin yang memenuhi kriteria organik untuk menjaga kesehatan dan
mengobati penyakit hewan. Saat ini jenis obat dan vitamin hewan tersebut belum
tersedia secara luas.
9. Adaptasi dan
Perawatan
Ternak
besar memerlukan adaptasi yang relatif lama untuk dapat menyesuaikan diri
dengan pola budidaya ternak organik. Adaptasi ini diperlukan untuk menyesuaikan
jenis pangan, vitamin, obat dan sistem perawatan dalam peternakan organik.
Ternak tersebut juga memerlukan perawatan yang intens sebagai budidaya secara
organik.
b. Sarana
Produksi
Permasalahan yang berkaitan dengan sarana produksi
pertanian organik antara lain :
a)
Belum
tersedia secara merata pupuk kompos/pupuk organik.
b)
Pupuk
organik digunakan pada pertanian organik untuk memperkaya hara dalam tanah dan
menyehatkan tanaman. Pupuk organik dapat berupa pupuk padat (kompos) atau pupuk
cair yang digunakan untuk daun atau buah. Sebaran usaha pertanian organik yang
luas belum ditunjang oleh produksi dan distribusi pupuk organik.
c) Belum banyak tersedia pestisida
organik untuk hama/penyakit tanaman
d)
Sama
halnya dengan pupuk organik, penyediaan pestisida organik juga mengalami
kendala dalam hal produksi, jenis hama dan penyakit tanaman yang dapat
dikendalikan, serta distribusinya ke masyarakat/petani organik.
e) Belum
banyak obat hewan organik.
f) Obat
hewan dengan status obat hewan organik belum banyak tersedia dipasaran, hal ini
akan menyulitkan peternak organik untuk merawat dan meningkatkan kesehatan
ternaknya.
g) Perlu
investasi mahal pada awal pengembangan karena harus memilih lahan yang bebas
dari bahan agrokimia sintetis
h) Harga
sarana produksi organik relatif lebih mahal dan tingkat ketersediaannya di
pasar terbatas
i) Teknologi
penyediaan sarana produksi organik belum tersedia dengan mudah di tingkat
lapangan/petani.
c. Pengolahan
Permasalahan
yang berkaitan dengan pengolahan pangan organik antara lain :
1) Peralatan
masih digunakan bersama untuk mengolah pangan organik dan non organik. Hal ini
karena petani/peternak tidak memiliki kemampuan untuk menyediakan peralatan
yang khusus digunakan untuk pengolahan pangan organik.
2) Belum
banyak produk pangan organik olahan. Saat ini dipasaran lebih banyak dijumpai
pangan organik segar. Masih sedikit pangan organik yang telah diolah, sehingga
konsumen masih memiliki keterbatasan untuk mengkonsumsi/memilih produk pangan
olahan organik.
3) Belum
banyak informasi mengenai pengolahan pangan organik. Informasi mengenai
pengolahan pangan organik belum banyak dihasilkan dan disosialisasikan.
4) Minimnya
ketersediaan bahan pembantu (pemanis, pewarna, pengawet) dalam pengolahan
pangan organik. Pengolahan pangan organik memerlukan bahan tambahan
pangan berupa pemanis, pewarna atau pengawet. Dalam hal pangan organik maka
diperlukan bahan-bahan tersebut yang berkategori boleh digunakan untuk
pengolahan pangan organik. Saat ini ketersediaan bahan tambahan pangan tersebut
dipasaran masih sangat terbatas.
5) Keterbatasan bahan kemasan yang memenuhi
syarat untuk pangan organik. Pangan yang telah diolah perlu dikemas dalam
kemasan yang dapat menjaga kualitas pangan. Kemasan yang masuk dalam kategori
kemasan organik masih sedikit tersedia dipasaran.
d. Pemasaran
Permasalahan
yang berkaitan dengan pemasaran pangan organik antara lain:
1)
Minimnya
pengetahuan teknis dan jalur-jalur pemasaran yang dikuasai oleh pelaku
pengusaha organik
2) Jalur-jalur pemasaran pangan organik
masih sedikit dan menganut pemasaran konvensional, sehingga berisiko untuk
tercampur dengan pangan non organik.
3)
Mahalnya
biaya transportasi pangan organik. Lokasi yang jauh dan minimnya sarana
transportasi menyebabkan biaya transportasi/distribusi pangan organik dari
lahan ke pasar menjadi tinggi.
4)
Minimnya
tempat yang khusus dan memenuhi syarat untuk menjual pangan organik.
5) Produsen atau pemasar pangan organik
belum seluruhnya menggunakan tempat yang dikhususkan untuk memasarkan pangan
organik. Masih terdapat pangan organik yang dipasarkan
bersama-sama dengan pangan an-organik.
6) Tempat
pemasaran produk organik masih sedikit. Pemasaran pangan organik masih
terkonsentrasi di kawasan tertentu, belum menyebar secara merata di setiap
wilayah konsumen.
7) Mahalnya listing fee untuk
setiap produk yang akan dipasarkan di supermarket.
8)
Produsen
pangan organik umumnya petani atau kelompok tani yang tidak terlalu kuat secara
finansial. Pemasaran menggunakan jaringan supermarket dapat meningkatkan volume
penjualan, namun terkendala oleh biaya listing fee yang cukup tinggi dan sistem
pembayaran dalam jangka waktu cukup lama di belakang.
9) Kemasan kurang menarik. Pangan organik
yang dipasarkan belum dikemas secara baik dan menarik, sehingga masih
memunculkan kesan yang kurang menarik.
10) Produk
lokal/dalam negeri bersaing dengan produk impor. Produk impor pangan organik
mulai banyak diperdagangkan di Indonesia. Produk impor lebih banyak produk
pangan organik olahan dan diperdagangkan di tempat-tempat (supermarket)
berjaringan internasional.
11) Produk
yang dipasarkan belum memiliki sertifikat organik
12) Belum ada insentif harga yang memadai
untuk produsen produk pertanian organik
13) Belum ada kepastian pasar, sehingga petani
enggan memproduksi komoditas tersebut
e. Sumberdaya Manusia
Permasalahan
yang berkaitan dengan sumber daya manusia untuk pengembangan pertanian
organik antara lain : Minimnya jumlah sumber daya manusia yang mempunyai
kompetensi dalam bidang pertanian organik, baik petugas pembina, peneliti dan inspektur
pertanian organik maupun pelaku usaha/petani
f. Kelembagaan
Permasalahan
yang berkaitan dengan kelembagaan pertanian organik meliputi :
1) Kelembagaan sertifikasi . Lembaga
sertifikasi pangan organik yang terakreditasi (2007) baru ada 1 perusahaan
(instansi) yaitu PT. Sucofindo. Minimnya lembaga sertifikasi ini
menyebabkan masih mahalnya biaya sertifikasi.
2) Kelembagaan di tingkat petani.
Kelembagaan di tingkat petani masih lemah. Pertanian organik sebaiknya dikelola
dalam bentuk kelompok tani untuk meningkatkan luasan area pertanian organik,
kemudahan penyediaan sarana produksi dan pemasarannya.
3) Kelembagaan di tingkat pusat.
Kelembagaan di tingkat pusat belum bersinergi dengan baik untuk menghasilkan
kebijakan dan implementasi program secara terencana dan terkoordinasi dengan
baik.
4) Kelembagaan di tingkat daerah. Di
tingkat daerah, kelembagaan yang menangani pangan organik baik milik swasta
maupun pemerintah belum banyak terbentuk, sehingga menyebabkan pengembangan
pangan organik masih berjalan secara parsial.
g. Regulasi dan
Pedoman
Permasalahan
yang berkaitan dengan regulasi pertanian organik antara lain :
1)
Regulasi
masih bersifat umum.
2) Regulasi
pangan organik masih bersifat umum berupa SNI.
3) Sistem
Pangan Organik dan masih sedikit regulasi yang bersifat khusus yang mengatur
hal-hal yang berkaitan dengan pertanian organik.
4) Minimnya
panduan/regulasi yang bersifat teknis dan praktis. Masih terbatas regulasi
teknis dan praktis yang berkaitan dengan pertanian/pangan organik menyebabkan
terjadinya perbedaan dalam aplikasi usaha pertanian/pangan organik.
5)
Belum
tersebarnya/tersosialisasi regulasi dan pedoman yang telah ada secara luas dan
merata.
Memasuki
abad 21, masyarakat dunia mulai sadar bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian
bahan kimia sintetis dalam pertanian. Orang semakin arif dalam memilih bahan
pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya hidup sehat dengan slogan �Back to Nature� telah menjadi trend baru meninggalkan
pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia non alami, seperti pupuk,
pestisida kimia sintetis dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian. Pangan
yang sehat dan bergizi tinggi dapat diproduksi dengan metode baru yang dikenal
dengan pertanian organik.
Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian
yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia
sintetis. Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk
pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan
konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Gaya hidup sehat demikian telah
melembaga secara internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian
harus beratribut aman dikonsumsi (food safety attributes), kandungan nutrisi
tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan (eco-labelling
attributes). Preferensi konsumen seperti ini menyebabkan permintaan produk
pertanian organik dunia meningkat pesat.
Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati tropika
yang unik, kelimpahan sinar matahari, air dan tanah, serta budaya masyarakat
yang menghormati alam, potensi pertanian organik sangat besar. Pasar produk
pertanian organik dunia meningkat 20% per tahun, oleh karena itu pengembangan budidaya
pertanian organik perlu diprioritaskan pada tanaman bernilai ekonomis tinggi
untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor.
Peluang
Pertanian Organik di Indonesia
Luas lahan yang tersedia untuk pertanian organik di
Indonesia sangat besar. Dari 75,5 juta ha lahan yang dapat digunakan untuk
usaha pertanian, baru sekitar 25,7 juta ha yang telah diolah untuk sawah dan
perkebunan (BPS, 2000). Pertanian organik menuntut agar lahan yang digunakan
tidak atau belum tercemar oleh bahan kimia dan mempunyai aksesibilitas yang
baik. Kualitas dan luasan menjadi pertimbangan dalam pemilihan lahan. Lahan
yang belum tercemar adalah lahan yang belum diusahakan, tetapi secara umum
lahan demikian kurang subur. Lahan yang subur umumnya telah diusahakan secara
intensif dengan menggunakan bahan pupuk dan pestisida kimia. Menggunakan lahan
seperti ini memerlukan masa konversi cukup lama, yaitu sekitar 2 tahun.
Volume produk pertanian organik mencapai 5-7% dari
total produk pertanian yang diperdagangkan di pasar internasional. Sebagian
besar disuplay oleh negara-negara maju seperti Australia, Amerika dan Eropa. Di
Asia, pasar produk pertanian organik lebih banyak didominasi oleh negara-negara
timur jauh seperti Jepang, Taiwan dan Korea.
Potensi pasar produk pertanian organik di dalam negeri
sangat kecil, hanya terbatas pada masyarakat menengah ke atas. Berbagai kendala
yang dihadapi antara lain: 1) belum ada insentif harga yang memadai untuk
produsen produk pertanian organik, 2) perlu investasi mahal pada awal
pengembangan karena harus memilih lahan yang benar-benar steril dari bahan
agrokimia, 3) belum ada kepastian pasar, sehingga petani enggan memproduksi
komoditas tersebut.
Areal tanam pertanian organik, Australia dan Oceania
mempunyai lahan terluas yaitu sekitar 7,7 juta ha. Eropa, Amerika Latin dan
Amerika Utara masing-masing sekitar 4,2 juta; 3,7 juta dan 1,3 juta hektar.
Areal tanam komoditas pertanian organik di Asia dan Afrika masih relatif rendah
yaitu sekitar 0,09 juta dan 0,06 juta hektar (Tabel 1). Sayuran, kopi dan teh
mendominasi pasar Panduan Umum Pertanian Organik
July 29, 2008 in Informasi | Tags: obat pertanian,
petani, produk pertanian, pupuk organik, suburi | 1 comment
Lahan
Pada dasarnya semua lahan dapat dikembangkan menjadi lahan PO. Yang terbaik adalah lahan pertanian yang berasal dari praktek pertanian tradisional atau hutan alam yang tidak pernah mendapatkan asupan bahan-bahan agrokimia (pupuk dan pestisida).
Namun, bila lahan yang digunakan berasal dari lahan bekas budidaya pertanian konvensional (menggunakan pupuk dan pestisida kimia), lebih dahulu perlu dilakukan konversi lahan. Konversi lahan adalah upaya yang bertujuan untuk meminimalkan kandungan sisa-sisa bahan kimia yang terdapat dalam tanah dan memulihkan unsur fauna dan mikroorganisme tanah. Lamanya konversi tergantung dari intensitas pemakaian input kimiawi dan jenis tanaman sebelumnya (sayuran, padi atau tanaman keras).
Masa konversi dapat diperpanjang/diperpendek tergantung pada sejarah lahan tersebut. Bila masa konversi telah lewat, lahan tersebut merupakan lahan organik. Bila kurang dari itu, maka lahan tersebut masih merupakan lahan konversi menuju organik.
Pada dasarnya semua lahan dapat dikembangkan menjadi lahan PO. Yang terbaik adalah lahan pertanian yang berasal dari praktek pertanian tradisional atau hutan alam yang tidak pernah mendapatkan asupan bahan-bahan agrokimia (pupuk dan pestisida).
Namun, bila lahan yang digunakan berasal dari lahan bekas budidaya pertanian konvensional (menggunakan pupuk dan pestisida kimia), lebih dahulu perlu dilakukan konversi lahan. Konversi lahan adalah upaya yang bertujuan untuk meminimalkan kandungan sisa-sisa bahan kimia yang terdapat dalam tanah dan memulihkan unsur fauna dan mikroorganisme tanah. Lamanya konversi tergantung dari intensitas pemakaian input kimiawi dan jenis tanaman sebelumnya (sayuran, padi atau tanaman keras).
Masa konversi dapat diperpanjang/diperpendek tergantung pada sejarah lahan tersebut. Bila masa konversi telah lewat, lahan tersebut merupakan lahan organik. Bila kurang dari itu, maka lahan tersebut masih merupakan lahan konversi menuju organik.
Benih
Benih yang digunakan untuk budidaya PO adalah benih yang tidak mendapatkan perlakuan rekayasa genetika. Petani sebaiknya menggunakan benih lokal, atau benih hibrida yang telah beradaptasi dengan alam sekitar.
Keunggulan menggunakan benih lokal adalah mudah memperolehnya dan murah harganya, bahkan petani bisa membenihkan sendiri. Selain itu, benih lokal memiliki asal usul yang jelas dan sesuai dengan kondisi alam sekitar. Dengan memakai benih sendiri, petani juga tidak tergantung pada pihak luar.
Benih yang digunakan untuk budidaya PO adalah benih yang tidak mendapatkan perlakuan rekayasa genetika. Petani sebaiknya menggunakan benih lokal, atau benih hibrida yang telah beradaptasi dengan alam sekitar.
Keunggulan menggunakan benih lokal adalah mudah memperolehnya dan murah harganya, bahkan petani bisa membenihkan sendiri. Selain itu, benih lokal memiliki asal usul yang jelas dan sesuai dengan kondisi alam sekitar. Dengan memakai benih sendiri, petani juga tidak tergantung pada pihak luar.
Persiapan
tanam
Lahan yang digunakan untuk produksi PO sedapat mungkin dijaga kestabilannya tanpa harus mengacaukan, yaitu berpedoman pada metode sedikit olah tanah (minimum tillage).
Lahan yang digunakan untuk produksi PO sedapat mungkin dijaga kestabilannya tanpa harus mengacaukan, yaitu berpedoman pada metode sedikit olah tanah (minimum tillage).
Tanam
Prinsip yang diterapkan dalam praktek penanaman PO selalu mencerminkan adanya tumpangsari agar tercipta keanekaragaman tanaman (varietas). Perencanaan dan teknik penanaman perlu disesuaikan dengan sifat tanaman, prinsip-prinsip pergiliran tanaman dan kondisi cuaca setempat.
Prinsip yang diterapkan dalam praktek penanaman PO selalu mencerminkan adanya tumpangsari agar tercipta keanekaragaman tanaman (varietas). Perencanaan dan teknik penanaman perlu disesuaikan dengan sifat tanaman, prinsip-prinsip pergiliran tanaman dan kondisi cuaca setempat.
Pemeliharaan
Tanaman
Setiap tanaman memiliki sifat karakteristik tertentu, maka pemeliharaan tanaman ditentukan oleh sifat karakteristik tersebut. Dengan mengenali karakteristik tanaman petani dapat dengan mudah melakukan pemeliharaan yang sesuai, sehingga tujuan pemeliharaan tercapai yaitu “kebahagiaan tanaman itu sendiri”.
Setiap tanaman memiliki sifat karakteristik tertentu, maka pemeliharaan tanaman ditentukan oleh sifat karakteristik tersebut. Dengan mengenali karakteristik tanaman petani dapat dengan mudah melakukan pemeliharaan yang sesuai, sehingga tujuan pemeliharaan tercapai yaitu “kebahagiaan tanaman itu sendiri”.
Pemupukan
Secara teori, lahan PO akan semakin subur karena proses-proses yang diterapkan berpedoman pada pemeliharaan tanah. Tetapi realitanya, petani seringkali kurang memahami hal ini sehingga tanah selalu lebih banyak kehilangan unsur hara —melalui erosi, penguapan, dsb— dibandingkan dengan hara yang diberikan/ditambahkan. Maka prinsip pemupukan ditentukan oleh kepekaan kita dalam mengamati/menilai kapan tanaman kekurangan makanan.
Secara teori, lahan PO akan semakin subur karena proses-proses yang diterapkan berpedoman pada pemeliharaan tanah. Tetapi realitanya, petani seringkali kurang memahami hal ini sehingga tanah selalu lebih banyak kehilangan unsur hara —melalui erosi, penguapan, dsb— dibandingkan dengan hara yang diberikan/ditambahkan. Maka prinsip pemupukan ditentukan oleh kepekaan kita dalam mengamati/menilai kapan tanaman kekurangan makanan.
Pengendalian
HPT/OPT
PO berbasis pada keseimbangan ekosistem. Konsekuensinya semua organisme yang ada (termasuk hama) dipandang ikut berperan dalam proses keseimbangan tersebut. Dengan kata lain, tidak ada mahluk hidup yang tidak berguna. Yang diperlukan adalah mengendalikan hama/penyakit supaya tidak berada dalam jumlah berlebihan.
Pola tumpangsari, pergiliran tanaman, pemulsaan, rekayasa teknik menanam, dan manajemen kebun menjadi pilihan metode pengendalian HPT karena sesuai dengan prinsip keseimbangan.
Penggunaan pestisida alami diperlukan sejauh kita tahu bahwa di lahan PO sedang terjadi ketidakseimbangan, yang terlihat pada munculnya gangguan hama/penyakit. Kadar pemakaiannya juga tergantung dari tingkat gangguan yang ada.
PO berbasis pada keseimbangan ekosistem. Konsekuensinya semua organisme yang ada (termasuk hama) dipandang ikut berperan dalam proses keseimbangan tersebut. Dengan kata lain, tidak ada mahluk hidup yang tidak berguna. Yang diperlukan adalah mengendalikan hama/penyakit supaya tidak berada dalam jumlah berlebihan.
Pola tumpangsari, pergiliran tanaman, pemulsaan, rekayasa teknik menanam, dan manajemen kebun menjadi pilihan metode pengendalian HPT karena sesuai dengan prinsip keseimbangan.
Penggunaan pestisida alami diperlukan sejauh kita tahu bahwa di lahan PO sedang terjadi ketidakseimbangan, yang terlihat pada munculnya gangguan hama/penyakit. Kadar pemakaiannya juga tergantung dari tingkat gangguan yang ada.
Panen
Setiap langkah dalam proses produksi akan dinilai dari hasil panenan. Prinsip dalam panen adalah menjaga standar mutu dengan memanen tepat waktu sesuai kematangan. Cara pemanenan juga perlu berhati-hati sehingga tidak menimbulkan kerusakan atau kehilangan hasil yang lebih besar.
Setiap langkah dalam proses produksi akan dinilai dari hasil panenan. Prinsip dalam panen adalah menjaga standar mutu dengan memanen tepat waktu sesuai kematangan. Cara pemanenan juga perlu berhati-hati sehingga tidak menimbulkan kerusakan atau kehilangan hasil yang lebih besar.
Pasca
Panen
Kegiatan pasca panen harus mampu menekan kerusakan hasil seminimal mungkin. Metode pengolahan yang dilakukan tidak boleh mengubah sama sekali komposisi bahan aslinya. Karenanya proses seleksi, pencucian, pengepakan, penyimpanan dan pengangkutan produk organik perlu berhati-hati agar kondisi tetap segar dan sehat ketika berada di tangan pembeli. Dalam PO, kegiatan pasca panen menghindari pemakaian bahan pengawet atau perlakuan kimiawi lainnya dan seminimal mungkin melakukan proses pengolahan.
Kegiatan pasca panen harus mampu menekan kerusakan hasil seminimal mungkin. Metode pengolahan yang dilakukan tidak boleh mengubah sama sekali komposisi bahan aslinya. Karenanya proses seleksi, pencucian, pengepakan, penyimpanan dan pengangkutan produk organik perlu berhati-hati agar kondisi tetap segar dan sehat ketika berada di tangan pembeli. Dalam PO, kegiatan pasca panen menghindari pemakaian bahan pengawet atau perlakuan kimiawi lainnya dan seminimal mungkin melakukan proses pengolahan.
Dalam PO berlaku standar yang berfungsi sebagai
pedoman bagi petani dan pelaku lain dalam menjalankan usahanya di bidang ini.
Standar ini berisi prinsip-prinsip mendasar PO dan hal-hal umum yang sebaiknya
dilakukan dan dihindari dalam bertani organik. Sebagai contoh, pemerintah telah
menerbitkan SNI (Standar Nasional Indonesia ) 01-6729-2002 tentang Sistem
Pangan Organik yang dapat menjadi acuan bagi para pelaku terkait pengembangan PO.
Standar ini mengacu pada standar internasional yakni Codex CAC/GL 32/1999, dan
cukup selaras dengan standar dasar IFOAM (International Federation of Organic
Agriculture Movement). BIOCert sendiri tengah mengembangkan standar PO yang
selaras dengan pedoman di atas dan sesuai dengan visi dan misi BIOCert.
Alam mengajari kebajikan bagi umat manusia. Alam
merupakan suatu kesatuan, terdiri dari banyak bagian, seperti organisme dengan
organ-organnya. Semua bagian berjalan dalam harmoni, saling melayani dan berbagi.
Tiap organ memiliki peran masing-masing, saling melengkapi dan memberikan
sinergi untuk menghasilkan keseimbangan secara optimal, dan berkelanjutan.
Setiap komponen tidak berpikir dan beraksi hanya demi ‘aku’, tetapi untuk
‘kita’: keseluruhan alam. Demikian halnya Alam, melindungi dan mengayomi
bagian-bagiannya secara harmonis. Itulah organis, tidak egois.
Pertanian organik (PO) juga tunduk pada prinsip
diatas, pada hukum alam. Segala yang ada di alam adalah berguna dan memiliki
fungsi, saling melengkapi, melayani dan menghidupi untuk semua. Dalam alam ada
keragaman hayati dan keseimbangan ekologi. Maka, PO pun menghargai keragaman
hayati dan keseimbangan ekologi. Berjuta tahun alam membuktikan prinsipnya, tak
ada eksploitasi selain optimalisasi pemanfaatan. Demikian halnya PO, tidak
untuk memaksimalkan hasil, tidak berlebih; tetapi cukup untuk semua makhluk dan
berkesinambungan. Inilah filosofi mendasar PO.
Perkembangan
Pertanian Organik
Praktek pertanian yang menggunakan bibit unggul yang dihasilkan oleh perusahaan benih, bahan-bahan kimia buatan pabrik (agrokimia) —baik untuk pemupukan lahan dan pengendalian hama— awalnya dirasakan dapat meningkatkan hasil produksi pertanian. Namun, setelah beberapa dekade, praktek tersebut menimbulkan permasalahan khususnya terhadap kerusakan ekosistem lahan pertanian dan kesehatan petani itu sendiri.
Praktek pertanian yang menggunakan bibit unggul yang dihasilkan oleh perusahaan benih, bahan-bahan kimia buatan pabrik (agrokimia) —baik untuk pemupukan lahan dan pengendalian hama— awalnya dirasakan dapat meningkatkan hasil produksi pertanian. Namun, setelah beberapa dekade, praktek tersebut menimbulkan permasalahan khususnya terhadap kerusakan ekosistem lahan pertanian dan kesehatan petani itu sendiri.
Penurunan hasil pertanian yang dibarengi dengan
meningkatnya daya tahan hama dan penyakit tanaman, disebabkan karena fauna
tanah yang bermanfaat bagi tanaman semakin berkurang dan mikroorganisme yang
berguna bagi kesuburan tanah pun nyaris hilang akibat pemakaian input agrokimia
yang berlebihan. Bahkan, hama dan penyakit tanaman bukannya menurun, tapi
justru semakin kebal terhadap bahan-bahan kimia tersebut. Sehingga, petani
memerlukan dosis yang lebih tinggi lagi untuk membasminya. Ini artinya, petani
tidak saja menebar racun untuk membasmi hama dan penyakit, tetapi juga meracuni
dirinya sendiri.
Perhatian masyarakat dunia terhadap persoalan
pertanian, kesehatan dan lingkungan global dalam dasawarsa terakhir ini semakin
meningkat. Kepedulian tersebut dilanjutkan dengan usaha-usaha yang konkrit
untuk menghasilkan pangan tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumber daya
tanah, air, dan udara serta aman bagi kesehatan manusia. Salah satu usaha yang
dirintis adalah dengan pengembangan PO yang akrab lingkungan dan menghasilkan
pangan yang sehat, bebas dari residu obat-obatan dan zat-zat kimia yang
mematikan.
Sebenarnya, PO ini sudah menjadi kearifan/pengetahuan
tradisional yang membudaya di kalangan petani di Indonesia. Namun, teknologi
pertanian organik ini mulai ditinggalkan oleh petani ketika teknologi
intensifikasi yang mengandalkan bahan agrokimia diterapkan di bidang pertanian.
Sejak saat itu, petani menjadi target asupan agrokimia dan tergantung dari
pihak luar. Setelah muncul persoalan dampak lingkungan akibat penggunaan bahan
kimia di bidang pertanian, teknologi PO yang akrab lingkungan dan menghasilkan
pangan yang sehat mulai diperhatikan lagi. (Sutanto, 2002).
PO merupakan pertanian yang selaras dengan alam,
menghayati dan menghargai prinsip-prinsip yang bekerja di alam yang telah
menghidupi segala mahluk hidup berjuta-juta tahun lamanya. PO merupakan proses
budidaya pertanian yang menyelaraskan pada keseimbangan ekologi, keanekaragaman
varietas, serta keharmonian dengan iklim dan lingkungan sekitar. Dalam
prakteknya, budidaya PO menggunakan semaksimal mungkin bahan-bahan alami yang
terdapat di alam sekitarnya, dan tidak menggunakan asupan agrokimia (bahan
kimia sintetis untuk pertanian). Lebih jauh, karena PO berusaha ‘meniru’ alam,
maka pemakaian benih atau asupan yang mengandung bahan-bahan hasil rekayasa
genetika (GMO/Genetically Modified Organism) juga dihindari.
Kerapkali PO hanya dipahami secara teknis bertani yang
menolak asupan kimiawi atau sebagai budidaya pertanian yang anti modernisasi
atau disamakan dengan pertanian tradisional. Pemahaman ini sungguh kurang
tepat. PO bukan sekedar teknik atau metode bertani, melainkan juga cara
pandang, sistem nilai, sikap dan keyakinan hidup. PO memandang alam secara
menyeluruh, komponennya saling tergantung dan menghidupi, dimana manusia juga
adalah bagian di dalamnya. Sistem nilai PO mendasarkan pada prinsip-prinsip
hukum alam. PO juga mengajak petani dan manusia umumnya untuk arif dan kreatif
dalam mengelola alam yang tercermin dalam sikap dan keyakinannya. PO juga tidak
menolak penggunaan teknologi modern di dalam praktek budidayanya, sejauh
teknologi modern tersebut selaras dengan prinsip PO, yaitu keberlanjutan, penghargaan
pada alam, keseimbangan ekosistem, keanekaragaman varietas, kemandirian dan
kekhasan lokal. Maka, baik kearifan tradisional dan teknologi modern yang
tunduk pada prinsip alam, keduanya mendapat tempat dalam PO.
Gerakan PO mencoba menghimpun seluruh usaha petani dan
pelaku lain, yang secara serius dan bertanggungjawab menghindarkan asupan dari
luar yang meracuni lingkungan dengan tujuan untuk memperoleh kondisi lingkungan
yang sehat. Mereka juga berusaha menghasilkan produksi tanaman yang
berkelanjutan dengan cara memperbaiki kesuburan tanah dan menggunakan
sumberdaya alami seperti mendaur ulang limbah pertanian.
Budidaya PO, juga mendorong kemandirian dan
solidaritas di antara petani sebagai produsen. Mandiri untuk tidak tergantung
pada perusahaan-perusahaan besar penyedia pupuk dan bahan agrokimia serta
perusahaan bibit. Solidaritas untuk berdaulat dan berorganisasi demi mencapai
kesejahteraan, pemenuhan hak dan keadilan sosial bagi petani.
Pertanian Organik
Pertanian Organik adalah sistem produksi pertanian
yang menghindari atau sangat membatasi penggunaan pupuk kimia (pabrik),
pestisida, herbisida, zat pengatur tumbuh dan aditif pakan.
Budidaya tanaman berwawasan lingkungan adalah suatu
budidaya pertanian yang direncanakan dan dilaksanakan dengan memperhatikan
sifat-sifat, kondisi dan kelestarijan lingkungan hidup, dengan demikian sumber
daya alam dalam lingkungan hidup dapat dimanfaatkan sebaik mungkin sehingga
kerusakan dan kemunduran lingkungan dapat dihindarkan dan melestarikan daya
guna sumber daya alam dan lingkungan hidup
Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk
bersaing di pasar internasional walaupun secara bertahap. Hal ini karena
berbagai keunggulan komparatif antara lain : 1) masih banyak sumberdaya lahan
yang dapat dibuka untuk mengembangkan sistem pertanian organik, 2) teknologi
untuk mendukung pertanian organik sudah cukup tersedia seperti pembuatan
kompos, tanam tanpa olah tanah, pestisida hayati dan lain-lain.
Pengembangan selanjutnya pertanian organik di
Indonesia harus ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar global. Oleh sebab
itu komoditas-komoditas eksotik seperti sayuran dan perkebunan seperti kopi dan
teh yang memiliki potensi ekspor cukup cerah perlu segera dikembangkan. Produk
kopi misalnya, Indonesia merupakan pengekspor terbesar kedua setelah Brasil,
tetapi di pasar internasional kopi Indonesia tidak memiliki merek dagang.
Pengembangan pertanian organik di Indonesia belum
memerlukan struktur kelembagaan baru, karena sistem ini hampir sama halnya
dengan pertanian intensif seperti saat ini. Kelembagaan petani seperti kelompok
tani, koperasi, asosiasi atau korporasi masih sangat relevan. Namun yang paling
penting lembaga tani tersebut harus dapat memperkuat posisi tawar petani.
Pertanian Organik Modern
Beberapa tahun terakhir, pertanian organik modern
masuk dalam sistem pertanian Indonesia secara sporadis dan kecil-kecilan.
Pertanian organik modern berkembang memproduksi bahan pangan yang aman bagi
kesehatan dan sistem produksi yang ramah lingkungan. Tetapi secara umum konsep
pertanian organik modern belum banyak dikenal dan masih banyak dipertanyakan.
Penekanan sementara ini lebih kepada meninggalkan pemakaian pestisida sintetis.
Dengan makin berkembangnya pengetahuan dan teknologi kesehatan, lingkungan
hidup, mikrobiologi, kimia, molekuler biologi, biokimia dan lain-lain,
pertanian organik terus berkembang.
Dalam sistem pertanian organik modern diperlukan
standar mutu dan ini diberlakukan oleh negara-negara pengimpor dengan sangat
ketat. Sering satu produk pertanian organik harus dikembalikan ke negara
pengekspor termasuk ke Indonesia karena masih ditemukan kandungan residu
pestisida maupun bahan kimia lainnya.
Banyaknya produk-produk yang mengklaim sebagai produk
pertanian organik yang tidak disertifikasi membuat keraguan di pihak konsumen. Sertifikasi produk pertanian organik
dapat dibagi menjadi dua kriteria yaitu:
a) Sertifikasi
Lokal untuk pangsa pasar dalam negeri. Kegiatan pertanian ini masih
mentoleransi penggunaan pupuk kimia sintetis dalam jumlah yang minimal atau Low
External Input Sustainable Agriculture (LEISA), namun sudah sangat membatasi
penggunaan pestisida sintetis. Pengendalian OPT dengan menggunakan
biopestisida, varietas toleran, maupun agensia hayati. Tim untuk merumuskan
sertifikasi nasional sudah dibentuk oleh Departemen Pertanian dengan melibatkan
perguruan tinggi dan pihak-pihak lain yang terkait.
b) Sertifikasi
Internasional untuk pangsa ekspor dan kalangan tertentu di dalam negeri,
seperti misalnya sertifikasi yang dikeluarkan oleh SKAL ataupun IFOAM. Beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi antara lain masa konversi lahan, tempat
penyimpanan produk organik, bibit, pupuk dan pestisida serta pengolahan
hasilnya harus memenuhi persyaratan tertentu sebagai produk pertanian organik.
Beberapa komoditas prospektif yang dapat dikembangkan
dengan sistem pertanian organik di Indonesia antara lain tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan, tanaman rempah dan obat, serta peternakan, (Tabel 2).
Menghadapi era perdagangan bebas pada tahun 2010 mendatang diharapkan pertanian
organik Indonesia sudah dapat mengekspor produknya ke pasar internasional.